Senin, 26 Februari 2018

Sebingkai #permulaan

#permulaan

Bermula dari percakapan antar wanita bersama seorang sahabat, aku mulai mengenal TBM Citra Raya.

Percakapan awal yang hanya diisi candaan berubah saat ia mulai bercerita tentang sebuah taman baca yang dikelola oleh seorang yang ternyata bekerja diperusahaan yang sama ditempat kami bekerja. Sejujurnya aku bukan orang yang tau persis apa itu taman baca, tapi setelah stalking ig tbm, sekalipun masih belum tau benar apa saja sih yang menjadi point menarik kegiatan-kegiatan yang berlangsung di sana tapi keinginanku untuk bergabung besar sekali karena alasan rasa jenuh dengan rutinitas kerja yang itu itu saja.

Saat itu, November 2017, seperti kebetulan melihat salah satu postingan di ig tbm yang ternyata sedang merekrut calon-calon relawan baru untuk menunjang keberlangsungan kegiatan di taman baca tersebut. Aku yang sedang mencari-cari kegiatan baru selepas sidang skripsi mengajak tika untuk mendaftar, mulanya ia menolak karna memang masih harus mengemban tanggung jawab skripsinya yg belum kelar, tapi setelah banyak pertimbangan, akhirnya esok sorenya tika mau juga untuk ikut menemaniku bergabung di TBM Citra Raya.

Mendaftar dengan berbekal alasan cita-cita menjadi guru yang tidak terealisasi karena digerus pemikiran tentang realitas, aku yang memilih jurusan kuliah yang tidak ada nyambung nyambungnya sama sekali ke dunia ngajar-mengajar, dulu memilih untuk memendam keinginan menjadi guru dalam dalam.

Pertemuan pertamaku dan tika dengan tbm itu berlangsung malam hari, ingat sekali waktu itu hari jum'at, muter sana muter sini karena petunjuk maps yang tidak jelas, membuat waktu terbuang banyak hanya untuk mencari lokasi tbm, ternyata tbm bertempat di lantai 2 sebuah ruko yang dulunya ada toko ice cream di lantai 1 (sekarang bukan) dan senang sekali melihat calon relawan pertama yang kami temui itu seorang perempuan juga, namanya Mba Dahlia, dengan pesona mata sipitnya dan wajah karismatik ala-ala pegiat literasi yang sudah berkecimpung lama didunia yang baru saja aku masuki ini, kami memulai pembicaraan  perkenalan seputar taman baca yang dijelaskan langsung oleh owner tbm citra yaitu Ka Kris.

Kegiatan pertama kami di tbm dimulai dari ikut terlibat pada gelaran di Pesona Atlantis, perumahan dimana ka kris tinggal. Kikuk apa yang harus dilakukan sudan pasti jadi hal awal yang kami rasakan, menjejerkan buku buku diatas terpal, aku sendiri mengira ngira, oh jadi seperti ini kegiatannya ya, belum ada yg menarik perhatian sampai tiba-tiba segerombol anak anak bermunculan dari dalam perumahan menghampiri kami, excited sekali, ternyata itu terjadi setelah ka kris menyebar brosur dan mengajak langsung mereka serta orang tuanya untuk mampir ke gelaran kami yang letaknya tidak jauh dari pintu masuk perumahan.

Aku yang memang lebih suka memilih pertemanan dalam lingkup kecil, selalu merasa enggan membaur dan mendominasi di masyarakat, tapi lambat laun, setelah bergabung, rasanya sebagai salah satu orang yang lahir dan besar di tanah air ini, aku menjadi sedikit lebih peka dan merasa harus ikut terlibat merubah pola pikir terhadap kondisi di masyarakat sekarang, yang memang hidup dengan mobilitas tinggi, semua serba cepat dan instan, sekalipun tepat waktu masih jauh dari jangkauan bahwa membaca adalah suatu budaya yg baik yang harus dibangun sejak kecil, bukan malah membiarkan sibuk seharian dengan gadged yg isinya hanya permainan yang tidak memberikan anak anak sekarang informasi yang bisa membuka wawasan mereka.

Melihat secara langsung daya minat baca yang sebenarnya masih ada dijiwa masyarakat kita, aku jadi sadar bahwa sebetulnya masyarakat juga tau jika membaca adalah jendela dunia, kita bisa tau banyak hal lewat membaca, hanya saja karena kemudahan informasi lewat gadged menjadikan buku buku fisik sedikit ditinggalkan padahal beda result apabila kita mendapat informasi dengan cepat atau meraba sedikit sedikit informasi yang kita dapat, lebih efektif untuk mengingat dalam jangka panjang apabila kita sedikit demi sedikit memperoleh informasi, bukan hanya sepintas lalu sudah. Nah hebatnya lagi disini, ka kris selalu menghubungkan membaca dengan menulis, sedikit-sedikit kami  didorong untuk membiasakan diri menulis, aku rasa kebiasaan ini memang harus dibentuk karena saat membaca, seseorang bisa saja lupa, tapi saat sudah menulis, seseorang bisa mengingat kembali apa yang pernah dibacanya atau peristiwa apa yang pernah dialami atau terjadi disekitarnya. "Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian." -Pramoedya Ananta Toer-

Satu persatu aku mulai mengenal dan paham akan kebiasaan anggota relawan yang lain, ada 5 orang relawan baru termasuk aku dan tika yg mendaftar sebagai relawan taman baca waktu itu. Mba novi, salah seorang relawan yang memang sangat mendedikasikan dirinya pada dunia literasi, terasa sekali atmosfer perbedaan antara ia dan relawan yang lain, sangat menyukai buku dan martabak, si antipati cabe ini sungguh mudah sekali membaur dengan relawan dari tbm lain. Ada satu lagi, iip namanya, tapi setelah gelaran pertama kami di Pesona Atlantis, ia tak pernah terlihat lagi, ntah tenggelam dalam kesibukan atau berpindah naungan. Bang aziz dan Bu indah yg senantiasa mengiringi perjalanan awal TBM Citra raya pun merupakan orang orang yang sangat hebat, mereka mampu teguh berjuang dalam pengembangan tbm sampai saat ini. Kami semua menjadi dekat karena dipertemukan dalam rumah yang menyenangkan, dengan anggota anggota baru yang terus bermunculan untuk turut serta membangun taman baca masyarakat citra raya.

Aku menjadi tergerak lagi dengan ini, menulis. Dulu sekali, blog yang beberapa waktu lalu sudah lapuk karna bertahun tahun tidak disapa, tidak diisi kata kata mesra tentang perjalanan keseharianku, kini mulai terasa lagi denyutnya, karena bersama mereka itu rasanya keinginanku menulis tersentuh lagi, nurani saya menagih lagi, kapan mau menulis lagi, meski dulu tidak seperti sekarang, sekarang menulis harus didasari keinginan kuat, belum jatuh hati kembali secara mendalam sampai rela bergadang semalaman berkutat dengan buku buku sebagai referensi tulisan. Pelan-pelan.